News

114 Tahun Sawit Aceh Ramah Anak

Aceh tidak saja menyumbang pesawat Seulawoh dalam awal kemerdekaan Indonesia. Yang tak boleh dilupakan, bahwa Aceh adalah juga rumah leluhur industri sawit. Dan kini turut membawa Indonesia juara produksi sawit dunia.

Pengusaha Eropa yang dibawa kolonial, memulai perkebunan sawit komersil tahun 1911 di Sei Liput Kabupaten Aceh Tamiang. Pemerintah dan stakeholders sawit kemudian sepakat menetapkan tanggal 18 Nopember sebagai Hari Sawit Nasional. Artinya, jejak sawit di Aceh sudah berumur 114 tahun. Dan selama itu pula sawit mengiringi perjalanan Aceh dari heroik, konflik dan kini damai dan menatap kemajuan dan kesejahteraan.

Laju ekspansi sawit di Aceh memang kalah dari provinsi lain. Tercatat sawit Aceh ada 500 ribu hektar. Bandingkan dengan provinsi lain di Kalimantan yang berkembang belakangan. Disebutkan lebih 1.9 juta hektar kebun sawit di provinsi Kalimantan Tengah. Ketimpangan ini tidak terlepas akibat konflik panjang Aceh. Konflik membuat investasi tidak bertumbuh. Padahal tanah Aceh yang subur pasti memberi produktivitas sawit yang lebih tinggi dari daerah lain.

Perkebunan sawit Aceh tentu tidak hanya soal ekonomi dan bisnis. Sawit juga bisa menjadi mitra pemerintah dalam mempersiapkan anak dan generasi untuk menyambut Aceh Emas 2045. Industri sawit mempunyai praktek baik dan menjadi bagian integral dalam proses bisnis sawit berkelanjutan. Disain perkebunan sawit menjamin, melindungi dan menghormati hak anak. Tuduhan sawit mempekerjakan anak tidak benar dan sangat merugikan sawit. Malah sebaliknya, sawit Indonesia ramah anak (SIRA).

Seperti apa itu sawit Indonesia ramah anak? Ada banyak bukti jadi alasan. Perkebunan sawit hanya mempekerjakan dengan usia minimun 18 tahun. Untuk pendidikan, ada perusahaan membangun sekolah di tengah kebun. Bila sekolah sudah ada di sekitar kebun, perusahaan membantu peningkatan fisik dan non fisiknya. Demikian pula fasilitas kesehatan. Tersedia klinik bahkan ada yang membangun rumah sakit. Ada bus mengatar anak ke sekolah. Rumah perlindungan pekerja perempuan dan anak dibangun. Bila orang tua bekerja, perusahaan juga menyediakan rumah pengasuhan anak (day care) dengan tempat bermain aman dan nyaman.

Dengan dukungan BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan), GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) terus bergerak melalui sejumlah inisiatif. Tanggal 27-28 Agustus 2025 di Kyriad Hotel Banda Aceh, melaksanakan seminar dan workshop “Membangun Aceh Bersama Sawit Ramah Anak”. Melibatkan peserta 120 orang dari berbagai pihak. Perusahan, Petani, NGO, Serikat Buruh dan Pemerintah. Tujuanya untuk mempromosikan praktek baik SIRA. Ada buku panduan SIRA sebagai rujukan yang dipublikasikan oleh GAPKI tahun 2021.

Inisiatif dan cara ini mendapat apresiasi dan dukungan dari pemerintah provinsi Aceh melalui kehadiran dan sambutan Kepala Dinas PPPA Meutia Juliana. Bahkan di akhir acara ditanda tangani deklarasi dan komitmen aksi bersama (Pemprov Aceh, GAPKI dan PAACLA) mewujudkan sawit Aceh ramah anak dan diperluas ke sektor usaha lainnya.

Melalui acara ini, diharapkan semua pihak menyadari dan memahami pentingnya bisnis yang ramah anak. Dan itu bisa. Sudah dibuktikan dan contohnya dapat dilihat di perkebunan sawit. Jadi tidak berlebihan bila sawit punya peran yang nyata dan maha penting mempersiapkan generasi Aceh. Oleh karena itu kita harapkan pemerintah Aceh menjadi penopang. Tidak turut menggoyang sawit. Jejak Aceh sebagai rumah leluhur sawit harus bagian narasi baru. Bahkan waktunya secara kolaboratif, pemerintah Aceh secara cerdik mengoptimalkan keberadaan industri sawit. Sawit ramah anak sebagai modal dan akselerator mempersiapkan Anak Aceh Emas 2045. Semoga.

 

Sumarjono Saragih

○ Ketua GAPKI Bidang Pengembangan SDM

○ Chairman Founder WISPO (Worker Initiatives for Sustainable Palm Oil)sawit